Doran Souvenir – Bali memang terkenal karena keindahan alamnya, akan tetapi Bali juga menyimpan banyak tradisi yang diwariskan secara turun-temurun. Salah satunya adalah tradisi Omed-omedan yang digelar setiap tahun setelah Hari Nyepi.
Keunikan dan nilai budaya yang terkandung dalam tradisi ini, menjadikannya salah satu daya tarik budaya Bali yang patut dilestarikan. Oleh karena itu, dalam artikel berikut ini kami akan mengulas lebih dalam mengenai tradisi Bali satu ini mulai dari pengertian, sejarah, hingga rangkaian upacaranya!
Apa Itu Tradisi Omed-Omedan?

Dalam budaya Bali, Omed-omedan adalah tradisi tahunan yang berasal dari Banjar Kaja, Desa Sesetan, Denpasar, Bali. Upacara ini biasanya diadakan setiap tahun sekali setelah Hari Raya Nyepi, tepatnya pada hari Ngembak Geni sebagai bentuk perayaan tahun baru Saka.
Adapun istilah Omed-omedan berasal dari bahasa Bali itu sendiri yang berarti “tarik-menarik”. Hal tersebut mengacu pada inti dari tradisi ini yang menggambarkan para pemuda-pemudi saling berpegangan, menarik, berpelukan, dan berciuman secara spontan.
Selain sebagai bentuk hiburan dan tradisi Bali, Omed-omedan juga memiliki fungsi sosial yang kuat. Upacara ini dapat mempererat hubungan antar warga, memperkuat rasa kebersamaan, dan bahkan sering kali menjadi ajang pertemuan bagi mereka yang masih lajang.
Baca juga: Prosesi Pernikahan Adat Bali Serta Tujuan dan Maknanya
Sejarah Tradisi Omed-Omedan

Sejarah tradisi Omed-omedan sudah ada sejak abad ke-17 yang pada waktu itu berasal dari permainan tradisional bernama med-medan. Saat itu, permainan tersebut seringkali dimainkan oleh anak muda dari Kerajaan Puri Oka yang kini sudah menjadi Denpasar Selatan.
Hingga suatu saat setelah Hari Raya Nyepi tiba, banyak anak muda dari kerajaan yang mengadakan permainan tersebut. Awalnya, permainan ini hanyalah soal tarik-menarik seperti tarik tambang, namun dengan berkembangnya zaman permainan med-medan berubah menjadi saling merangkul satu sama lain.
Meski begitu, adanya permainan ini justru menjadi pertanda baik bagi Warga Bali karena dipercaya bisa menolak bala. Legenda pun pernah menyebutkan bahwa sang raja Ida Bhatara Kompiang yang sedang sakit saat itu bisa sembuh secara instan setelah ia melihat warganya melakukan permainan med-omedan ini.
Sejak saat itulah, Raja Ida Bhatara Kompiang menetapkan permainan med-medan harus selalu diadakan setiap tahun pada hari Ngembak Geni sebagai simbol kebersamaan dan tolak bala bagi masyarakat Bali.
Namun, aturan tersebut tentu tidak berjalan dengan lancar karena masih terdapat campur tangan dari pemerintah Hindia Belanda. Tidak hanya itu, larangan lainnya juga muncul pada tahun 1984 yang menyebutkan bahwa makna dibalik permainan med-medan tidak sesuai dengan nilai yang dipegang saat itu.
Warga Bali yang saat itu memberontak, akhirnya tradisi ini tetap berjalan dengan semestinya seperti yang telah diatur oleh Raja Ida Bhatara Kompiang. Bahkan, semasa pemerintah Belanda melarang, ada kejadian aneh berupa dua ekor babi jantan dan betina yang bertarung selama dua jam.
Dari sanalah kemudian warga Bali percaya jika permainan med-medan tidak dilestarikan, maka akan ada banyak lagi pertanda buruk yang datang. Itulah mengapa warga Bali terus melestarikan tradisi ini sampai turun temurun ke generasi sekarang.
Sampai pada tahun 1990-an, penyelenggaraan tradisi ini mengalami perubahan. Jika sebelumnya upacara ini dikelola oleh banjar adat, maka sejak tahun 1990-an, pelaksanaannya beralih ke sekaa teruna, yaitu organisasi kepemudaan di Bali.
Memasuki tahun 2000-an, nama upacara ini secara resmi diubah menjadi trasisi Omed-omedan, menggantikan istilah med-medan yang digunakan sebelumnya. Dengan nama baru ini, tradisi semakin dikenal luas di kalangan masyarakat Bali dan wisatawan lokal maupun mancanegara
Baca juga: 10 Oleh-Oleh Khas Bali yang Wajib Anda Bawa Pulang
Rangkaian Upacara

Tradisi Omed-Omedan memang sudah menjadi khas Bali yang dilakukan oleh pemuda-pemudi di Desa Sesetan setelah Hari Raya Nyepi. Umumnya, usia yang berpartisipasi dalam upacara ini berkisar antara 17 – 30 tahun dan mereka merupakan bagian dari Sekaa Teruna Teruni atau kelompok pemuda-pemudi yang belum menikah.
Upacara ini memiliki rangkaian prosesi yang penuh makna, mulai dari pembukaan, pelaksanaan inti, hingga penutupan. Setiap tahapan memiliki simbol dan filosofi yang dalam bagi masyarakat setempat. Berikut penjelasan selengkapnya:
1. Persiapan
Sebelum upacara dimulai, seluruh peserta dan warga Desa Sesetan melakukan persiapan untuk memastikan kelancaran jalannya tradisi Omed-Omedan. Prosesi ini diawali dengan persembahyangan bersama yang dipimpin oleh jero pemangku pura, di mana peserta memohon restu dan keselamatan kepada Sang Hyang Widhi.
Selain itu, pada proses ini juga disiapkan sesajen banten pejati sebagai simbol rasa syukur dan Tari Barong Bangkung (Barong Babi) untuk mengenang kejadian mistis yang pernah terjadi di desa ini. Adapun persiapan dilakukan untuk membersihkan diri secara spiritual sebelum memasuki prosesi utama.
2. Upacara Inti
Pada tahap ini, peserta dibagi menjadi dua kelompok yaitu teruna (pria) dan teruni (wanita) yang berhadapan di jalan utama desa. Dengan aba-aba dari sesepuh, kedua kelompok mulai saling tarik-menarik, berpelukan, dan berciuman yang merupakan bagian dari tradisi ini.
Agar suasana semakin meriah, pecalang atau petugas keamanan desa biasanya juga akan menyiramkan air suci ke peserta sebagai tanda penghentian setiap sesi. Selain sebagai hiburan, ritual ini dipercaya memiliki makna spiritual sebagai bentuk tolak bala agar desa terhindar dari kesialan atau musibah.
Selain itu, prosesi ini akan terus berlanjut hingga seluruh peserta mendapatkan giliran atau hingga batas waktu yang ditentukan, biasanya pukul 17.00 WITA. Setiap sesi diakhiri dengan penyiraman air, yang melambangkan penyucian dan pembersihan diri dari segala energi negatif.
3. Penutupan
Setelah prosesi utama selesai, kelihan banjar memberikan ucapan terima kasih kepada peserta dan masyarakat yang hadir. Tidak hanya itu, panitia juga menyampaikan permohonan maaf jika ada kekeliruan selama acara berlangsung.
Sebagai bentuk kebersamaan, warga kemudian makan bersama di Banjar Kaja Desa Pakraman Sesetan. Selain menjadi ajang silaturahmi, sesi ini juga dimanfaatkan untuk evaluasi dan diskusi agar pelaksanaan tradisi Omed-omedan di tahun berikutnya bisa lebih baik.
Baca juga: Ide Souvenir Pernikahan Bali, Berkesan dan Bermanfaat!
Penutup
Itulah informasi seputar tradisi Omed-Omedan yang menjadi salah satu warisan budaya unik dari Bali. Tradisi ini bukan sekadar ritual tahunan, tetapi juga simbol kebersamaan, persaudaraan, dan semangat gotong royong yang tetap lestari hingga sekarang.
Selain menikmati keunikan budaya Bali, jangan lupa juga untuk membawa pulang oleh-oleh khas Bali seperti pie susu, kopi Kintamani, atau jajanan tradisional Bali lainnya sebagai kenang-kenangan. Dengan begitu, Anda bisa membawa sedikit cita rasa Bali ke rumah!